Sunday, January 26, 2014

It's NOT my fault! (Or is it?)





Reading time: 3-5 minutes


"That is not my fault! You were the one who used it recently!"

"No, you were! Remember when you said you wanted to borrow it then I gave it to you?"

"Oh, come on, guys. Where's my scientific calculator? I need it NOW."



Sounds familiar?

Well it should be, more or less. There are times when we think that we're not at fault on something, because someone deserves the blame more than you do. And it's okay, knowing that all of us are human beings who don't like to be blamed even when it's really our fault.

Even apologizing is not an easy thing, don't you think? I find myself to be quite bad at apologizing when I completely accept that it is my fault. Here's why:

1. I'm afraid of rejection
Really. What scares you more than apologizing and get rejected immediately? The rejection itself is very frightening. But some people even have a big enough ego to get angry at the rejection, and not feel bad about it at all. (The power of ego )

2. What happens after the rejection
When we apologize for our faults, it's because : First, you feel bad about it, you might have hurt the other person's feelings. Why do you care? Because you don't only care about the person, but you also care about the relationship that you have. Whether it's your friends, bf/gf, family, boss, and etc. If the apology wasn't accepted, the most potential thing that could happen next is your relationship, being ruined.

But what if "your" fault.. is not yours?

No, don't react directly by pointing your finger towards either the one who accused you or the one whom you think deserves the blame, and yell at them.

You have to admit that sometimes, it just doesn't work.

Look at the situation, is it worth it? Are you losing your job because of it? If it is, you might as well fight for it. But when it's now only about you, and your big fat ego,  I'm suggesting you to think twice, or thrice, before you react.

Here are a few situations for you to consider.

1.  You're "sure"(i mean, not so sure) that you weren't the last person who used your mom's hair dryer. But now it's broken. The fact that your sister used to play around with it makes you want to blame her instead of admitting that it was probably your fault.

2. You are very sure that you put your stuff on the dining table, but now it's gone. Your mom's blaming your carelessness and bad habit of putting your stuff everywhere. You do know that your mom also has this bad habit of collecting random stuff she finds at home, automatically put them in her room/ her closet, and forget about it. Then when you try to search for your stuff. Voila! It's in your mom's closet.

How would you react to those situations?

When I was younger, I'd most likely blame someone else, not me. I'd try my best to get out of trouble or at least fulfill me ego with the "innocent" status. I'd debate, yell, and argue for that "Okay it's not your fault" thing.

Now, as I'm growing up, like I have mentioned before, it doesn't always work. I will not always get my "Innocent" status or feel relieved after I prove myself to be right.

Instead, I look at the situations like those above and consider whether it's worth fighting for or if I should just give in and take the responsibility.

So, here's what I apply.

First, if I'm not really sure that I'm 100% correct and innocent, either because I don't completely remember or my conscience is telling me that I have this tiny bit of a mistake, I would at least not blame someone else and insist about it. (Got it? Because it's my fault, too)

Secondly, If my mom forgot that she was the one who took my stuff and stored it in her closet / her room because she didn't want me to lose them, was she really at fault? She did it for me anyway. It was annoying at first (because she blamed me for what she did, for me), but I started perceiving it differently, more into the positive side.


The point is, I think we don't have to always blame people for the mistakes they have done. Sometimes it's better to take the blame instead.

I know it sounds crazy,but really,

Life is not just about how right or wrong we are. It's also how we adapt to situations and nurture relationships.


What do I know about life, right? I just turned 21. But those are just my thoughts.
What do you think?

Thursday, January 23, 2014

Assumptions



Reading time: 1-3 minutes


Do you create a lot of assumptions every day?


I like to call an assumption as "spontaneous nature of judgment". As human beings, we like to anticipate the things before they happen. But the thing is, we know that it's not always gonna happen.

Assumptions never really come from in-depth research. You know what I'm saying?
Creating assumptions is probably one of the easiest thing to do. And probably you don't even realize when you're doing so.

But assumptions are not only about the upcoming events that could happen. Assumptions could also be about what others thinking and feeling towards anything. For some reasons, the "assumptions mode" would be easily switched on when it has something to do with yourself. Your so-called intuitions start wandering inside your mind, telling you to do this and do that. Then when it finally reaches your feelings, God knows what you're gonna do afterwards. Assumptions are SO strong that it urges you to do what it wants you to do, and feel what it wants you to feel.


Assumptions are dangerous, though.


Remember Romeo and Juliet? Now that's an easy example of how one terrible mistake could come from an assumption. 


Sometimes, good deeds or surprises come from correct assumptions though.
Still, we would never have perfectly correct assumptions in our life. 

One thing to keep in mind is, too much is never a good thing.

So don't rely too much on your assumptions, but don't stop assuming as well.

Be careful with your assumptions, buddy. It could do harm to you and those around you.

Tuesday, January 21, 2014

Kenapa reuni bukan ide yang bagus?



Reading time: 3-5 minutes


Let's begin the new year with old memories. 


Ya, rasanya di awal tahun 2014 ini saya menghabiskan waktu lebih banyak untuk bertemu kembali dengan teman-teman di masa sekolah. Dua minggu berturut-turut saya datang ke acara yang biasa kita sebut "reuni". 

Kalau anda yang membaca post ini mengenal saya dengan baik, pasti tidak akan heran kalau saya mengatakan bahwa kehadiran saya di pertemuan-pertemuan reuni ini sama sekali tidak direncanakan, alias spontan. Pada dua minggu terakhir saya menghadiri dua macam reuni. Yang pertama adalah reuni kecil berempat dengan teman-teman satu tim basket SMP saya, dan yang kedua adalah reuni SD.

"Apa? Reuni sekolah dasar? Nggak reuni taman kanak-kanak aja sekalian?"
Benar, anda nggak salah baca. Reuni sekolah dasar. 

Tetapi dua reuni yang saya hadiri ini esensinya sangat, sangat berbeda.


Reuni saya dengan teman-teman SMP saya diisi dengan kegiatan catching up, berhubung anggotanya semuanya perempuan, anda bisa bayangkan sendiri apa topik yang dibicarakan. Mulai dari kabar teman-teman SMP lainnya, kehidupan kuliah, kerja, dan tentunya, percintaan. It was a nice meet-up. Dan tentunya nyaman-nyaman saja. Sambil menikmati seporsi nasi putih hangat dan dua drumstick ayam di Chicken BonChon (tanpa bermaksud promosi atau apa, ayamnya memang enak sih), dengan lancar saya ngobrol bersama teman-teman saya yang sudah semakin cantik-cantik. Mengingat kebersamaan kami di saat bermain basket bersama, baru ingat seberapa lusuh dan gosong terbakar matahari kami berempat. Semacam anak layangan.

Nah, reuni semacam itu, sangat berbeda dengan reuni yang selanjutnya saya hadiri, yaitu reuni sekolah dasar.
Coba anda bayangkan, saya sudah sekitar 10 tahun tidak bertemu dengan orang-orang yang bersekolah di SD saya ini. Sebetulnya sebelumnya sudah ada 2 kali reuni SD yang diadakan, hanya saja waktu itu saya masih lugu dan tidak tahu jalan.
Reuni SD ini diinisiasikan oleh seorang teman SD saya yang juga merupakan teman SMA saya, jadi bisa dibilang cukup mudah untuk bertanya soal reuni tersebut. Begitu melihat undangan untuk menghadiri event di Facebook, langsung saya pikiran saya dipenuhi dengan memori dan kenangan di masa SD.

Blur dan remang-remang, ya kan? I mean, memangnya memori berkesan apa sih yang bisa diingat waktu zaman-zaman SD? Buat saya sih, SD berlalu sedemikian cepatnya sampai saya nggak terlalu ingat apa hal-hal menarik yang terjadi.

Tapi saya penasaran sih, ingin melihat apakah orang-orang ini sudah berubah atau belum penampilannya. Apakah ada yang saya tidak ingat? Apakah ada yang masih ingat saya? Seketika hal yang paling saya takutkan adalah : merasa canggung saat reuni. 

"Gimana kalau ga ada yang inget gw?" 
"Gimana kalau ga ada yang tertarik ngobrol sama gw?"

dan seterusnya.

Setelah mengumpulkan segenap hasrat ingin bertemu dan bertegur sapa setelah sekian lama, akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi sang bandar (maksudnya yang mengadakan acara reuni tersebut) dan mengatakan "Yes, I'm in!".

Guess what? I had a really great time.
Ternyata banyak hal yang saya sudah lupa, dan saya bisa ingat lagi berkat memori teman-teman saya dijadikan satu. Menertawakan hal-hal konyol seperti "Eh, waktu itu lu punya geng namanya Fenomena kan ya?" atau "Eh iya ya waktu itu kan si A mau nembak si B terus mereka kejar-kejaran dari lantai satu sampe lantai dua" atau "Ya ampun iya waktu itu gue ngerobek seragamnya si C karena main polisi-maling" dan "Hahaha ternyata lu masih aja suka nyisirin poni!", sangat seru.

Nggak nyesel, mau menyempatkan waktu untuk duduk sejenak bareng teman-teman yang mungkin saat SD dulu nggak terlalu dekat, but we do have the same memories. Di benak saya, "Hmm, lain kali reuninya harus lebih rame.".

Tapi, seperti judul yang saya buat di atas, ada hal-hal yang menjadikan reuni bukan ide yang bagus.

1. Tidak punya uang.

Jelas, reuni butuh uang, paling nggak untuk beli minuman. Kalau anda sedang ingin berhemat dan menurut anda reuni itu bahkan worthnya tidak setara dengan segelas es teh manis, reunion is not a good idea.

2. Dibenci semua orang.

Sebuah reuni pastinya mengingat kenangan di masa lalu. Tapi kalau di masa lalu yang anda lakukan adalah menambah musuh, bukan menambah teman, ada dua pilihan hal yang bisa anda lakukan. Yang pertama adalah mohon maaf lahir batin di acara reuni tersebut. Yang kedua, mungkin bisa pass aja reuninya.

3. Ada mantan yang tidak mau anda temui.

Nah, kalau tidak mau reuni anda rusak karena ke-awkward-an yang terjadi, sebenarnya sih bisa saja anda memilih untuk ngobrol dengan teman-teman tertentu saja. Tapi ingat, hampir pasti hukumnya, paling tidak ada satu saja teman anda yang bilang "Eh dulu kan lu pacaran sama dia ya ha ha ha ha". Terus rame deh. Jreng jeng.


4. Tidak ada yang kenal atau ingat anda

Asik tidaknya reuni tidak cuma tergantung seberapa awareness anda terhadap eksistensi anda sendiri, tapi juga awareness orang lain terhadap anda. Kalau anda merasa ingat semua teman-teman anda, jangan senang dulu. Sebaiknya hal tersebut berlaku sebaliknya.

5. Anda tidak suka keramaian

Kalau sebelum anda datang ke reuni yang anda lakukan adalah berdoa supaya reuninya tidak ada yang datang, sepertinya reuni bukan pilihan yang tepat bagi anda. Mutlak hukumnya.

Jadi, karena sebab-sebab di ataslah kenapa menurut saya tidak selamanya reuni merupakan ide yang baik.
Pikir dulu sebelum datang ke reuni ya, readers.

Momen



Hidup berjalan terasa cepat sekali. Sepertinya baru kemarin saya mengikuti masa orientasi sekolah SMA. Sepertinya baru kemarin saya mengikuti orientasi mahasiswa baru. Sepertinya baru kemarin .... ah sudahlah.
Saya dulu bukan siapa-siapa, dan mungkin sekarang saya juga belum jadi siapa-siapa. Tapi saya belajar, saya gagal, saya sukses, saya jatuh cinta, saya patah hati, saya bertemu teman-teman terbaik di saat terburuk, dan saya juga pernah kehilangan yang saya percaya.

Tapi di tengah-tengah waktu yang sedang berlari cepat ini lah,
Saya jadi sadar, tidak ada yang abadi di dunia ini.

Saat saya bertemu anda, mungkin kita bisa berteman.

Bisa berteman baik, berteman biasa saja, atau sekedar bertemu di tengah rutinitas yang hiruk pikuk.
Mungkin arti saya sedikit untuk anda, mungkin arti anda banyak untuk saya.
Mungkin anda keluarga saya, teman baik saya, kenalan saya, orang yang saya hormati, orang yang kebetulan duduk di depan saya saat saya menggunakan kendaraan umum, orang yang berdiri di samping saya saat saya naik bis. Anda bisa jadi siapa saja.


Setiap saya sadar keberadaan anda, dan anda sadar keberadaan saya, terjadilah hal yang saya sebut momen.

Momen yang tidak akan terulang lagi. Tidak pada waktu, tempat, dan situasi yang sama. 
Kalau pun terdapat momen selanjutnya, yang menghubungkan saya dan anda, bisa jadi hanya tempatnya yang sama. Bagaimana dengan situasi yang sama? Mungkin tidak. Mungkin ya. Tapi waktu, tempat, dan situasi, tidak lagi bisa berjalan berdampingan. Mereka bertiga hanya bisa berjalan bersama, sekali saja.

Tidak ada yang tahu berapa banyak momen yang akan saya punya dengan anda. Ya, anda, anda, anda... semua dari anda. Jumlah momen tersebut sifatnya rahasia, entah berapa banyak momen yang tersisa, setiap satu demi satu momen terjadi.

Memikirkannya saja, terkadang membuat saya berpikir bahwa ini tidak adil.
Andai saya bisa menentukan jumlah momen yang saya punya.
Apakah anda juga berpikir demikian?

Cherish every moment with your loved ones. You don't have forever.

Sunday, January 12, 2014

Do All Kinds of Small Stuff Matter?

Reading time: 3-5 minutes


It was raining for the whole day, and if I wanted to just snuggle with my pillows all day like I usually do, I could have done it. But I didn't, and I learned quite a few things. Here's my random rant about it.



One of my best buddies is having his birthday today, and he invited me to have lunch together, also with the other good friends of mine. The weather sucks thesedays, so much that it rains almost everyday. I was home, and my house is quite far from where we wanted to eat.
My friend told me not to push it, because he also thought that it would take more effort just to arrive there.

Feeling more energetic and less lazy than usual, i took a bus. On my trip to the bus stop, it was raining heavily and I didn't bring my umbrella. So the rain got me wet and cold. I decided not to sweat it, rainy days are just rainy days, i would have turned a rainy day into a sucky day if i started complaining, i thought.

Having arrived too early, it was 2 hours earlier than the time that we agreed on. We were planning to meet at 2 pm, and it was still 12 pm. I forgot to have any breakfast, so i walked to JCo Donuts and ordered a cronuts, probably meant to be the cousin of donut. And so I enjoyed the cronut with a glass of hot chocolate (medium size, because the J.Co lady only offered me to choose medium or large while they actually have the small sized drink. Smart girl). It was quite an expensive breakfast, and usually I would complain about it. But the cronut tasted great. Once again, my day was saved.

Still waiting for my friends, I walked to the book store. For me, a book store is the only place where you can feel least guilty when you're not buying anything. Just my personal choice for waiting or wasting time. Reading books would never be a waste of time, wouldn't it?

Waiting and waiting. It was 2.30 pm already and my friends hadn't showed up. I was not hungry because the cronuts filled me up, but for some reasons i kinda wanted to not tolerate this lateness. Then i stopped to think. Why should I be upset? I've been here for 2,5 hours,and they've only been late for half an hour. It's probably my fault for arriving here way too early anyway. So, I waited for another half an hour and my friends finally showed up. We ended up having a late lunch in a sushi restaurant. Fyi, sushi is one of my favourite food. My day, once again, was saved, because I chose not to react directly to what was potentially ruining my mood.

I had to go straight back home after the get-together, and tomorrow I need to go back to my boarding house, so I left earlier. It was 5 PM and still, it was raining heavily. As I have mentioned before, i didn't have my umbrella with me, so I was quite soaked while waiting for the bus to come. I thought, hey, I did have a great time, why complain? Suddenly I realized that a quite good looking foreigner was also waiting for a bus. Quite a view. The waiting suddenly didn't feel like it took as long as it actually was.
Then the bus came, and in silence I thanked the guy for saving my day.

In the bus running through the heavy rain, I realized that my phone's battery had only 4% power left. Usually, I kill time by listening to music. But I couldn't count on it at that time. The bus musicians (what's the english word for 'pengamen'?)came and I prayed, this better be good.
What happened next is my jaw dropping. The guy was so good at singing and his choice of songs were just perfect. I was observing this man while he was singing. He really enjoyed singing every single song and gave his all to them. Oh, irony. I remembered watching those so-called singers on TV, becoming popular from doing lip-syncs live.

My mind wandered and then I realized how unlucky this guy is. I'm sure he knows well how singing from bus to bus wouldn't make a living, but he did it with all his heart. I immediately compared him to the street 'musicians' around my boarding house who don't even care about how they sound like, but still ask for money and get mad if they don't get it. But what made me stunned and amazed (i know it sounds a bit too much, but it's true) is how he passionately sang. It's almost like he could relate to every single song. It wouldn't give him much, but he sang beautifully and with his whole heart.

My heart probably smiled that time. I get it. So that's how it looks like when someone does what he/she loves. I felt overwhelmed with what I saw. Now, I'm excited to know how it feels like if it's ME who does it. Doing what I love, loving what I do. That, is what I'm gonna do.

Always remember that small stuff does matter, but don't always sweat over the small stuff.

There are so many small things that could have ruined my whole day, but I decided not to let them.
There are so many big things that I thought would make me the happiest person on earth, but sometimes happiness comes from small stuff I don't usually bother to look at. Like doing what you love.


And don't forget, all these understandings came to me only because I chose not to snuggle with my bed on a lazy Sunday, like I usually do.

Sunday, January 5, 2014

Dua Puluh Satu

Reading time: 3-5 minutes



Bukan, maksud tulisan kali ini bukan untuk membahas bioskop yang memang identik sekali dengan nomor 21. Saya memang suka nonton film di bioskop, tapi saya rasa bukan saatnya saya menceritakan film-film layar lebar yang saya sukai.

Angka dua puluh satu bisa banyak maknanya. Tapi kali ini, saya memilih untuk membahas angka dua puluh satu yang paling dekat dengan kehidupan saya tepat hari ini. Usia saya yang baru saja bertambah!

Penting? Sebenarnya saya pikir awalnya nggak penting-penting amat sih. Toh setiap tahun juga semua orang mengalami hal yang sama, tentunya di tanggal-tanggal spesial mereka masing-masing.

Apa karena usia yang kedua puluh satu yang membuat hal tersebut jadi spesial? Well karena saya perempuan, sepertinya tidak perlu seheboh anak laki-laki yang biasanya merayakan ulang tahunnya yang ke-21. Benar sih ini usia legal, dan artinya saya sudah boleh minum-minuman beralkohol. Tapi saya sudah pernah sih minum yang beralkohol, walaupun hanya 5% kadar alkoholnya.

Ngomong-ngomong, di usia saya yang ke-21 ini (oke, dan saya mulai merasa tua hanya dengan mengetik kalimat tersebut) saya jadi sadar beberapa hal. Saya nggak tahu apakah pembaca sekalian juga merasakan hal yang sama, jadi kalau ada komentar monggo dituliskan atau disampaikan langsung ke saya ya :)

"Tua itu pasti, dewasa itu pilihan"

Klise ya? Setiap saya mendengar atau membaca kata-kata di atas memang komentar saya kurang lebih "Ya iyalah jelas" atau "Ya ya ya udah tau". Tapi setelah menyongsong usia yang lebih lanjut (kemudian saya terdengar seperti seorang lansia), terutama karena perkuliahan sudah mau habis, melihat orang tua yang sudah tidak semuda dulu lagi, dan menyadari bahwa sebentar lagi saya akan mendapatkan tanggung jawab penuh atas diri saya sendiri, makna kalimat di atas menjadi pendorong supaya saya bisa jadi lebih dewasa lagi dalam menjalani hidup.

Belajar Bersyukur

Entah kemasukan apa, tahun ini saya menyadari banyak hal yang harusnya setiap tahun, nggak, setiap hari, harus saya syukuri di dalam kehidupan saya. Tahun ini saya sangat bersyukur untuk kehadiran sebuah keluarga di sekitar saya, hal-hal yang sudah saya dapatkan selama 21 tahun, semua hal yang sudah saya lewati. Mungkin tahun-tahun lalu saya nggak terlalu memikirkan soal ini. Entah kenapa tahun ini saya merasa ingin lebih menghargai apa yang saya miliki.  (Semoga belum terlambat untuk bertobat)

Ucapan selamat yang semakin sedikit

Awalnya saya sedih sih, menyadari bahwa setiap tahun semakin sedikit orang yang mengucapkan selamat (atau paling tidak, tahu kalau saya berulang tahun di hari tersebut). Saya masih ingat deh waktu SMP atau SMA, hari ulang tahun itu hari yang paling repot untuk membalas satu persatu sms ucapan dari teman-teman sekelas. Kalau sekarang bisa jadi orang-orang yang saya kenal tahu saya berulang tahun karena kebetulan sedang online di Facebook (Tapi saya tetap berterima kasih karena sudah mau menghabiskan waktu menuliskan ucapan buat saya). 

Tapi..
Kemudian saya mencoba melihat mereka satu persatu. Ucapan yang tadi saya sebut "Cuma sedikit".
Mereka yang mengirimkan saya pesan singkat "Selamat ulang tahun ya Janet, semoga panjang umur, sehat dan sukses selalu".
Dia yang mau menelpon tepat jam 12 malam dan menyebutkan sendiri harapan-harapan positifnya untuk saya.
Dia yang repot-repot mengirimkan kado dan kartu berisi birthday wish untuk saya padahal tinggal kurang lebih 700 km dari tempat saya tinggal.
Atau pun mereka yang dengan kreatifnya mengedit foto-foto aib saya dan membubuhkan ucapan selamat ulang tahun.

Saya nggak mendapat sedikit. Saya mendapat banyak. Lebih dari banyak.
Bahagia itu sederhana ya. Sesederhana merasa punya arti lebih untuk orang-orang yang kita sayangi.


Mengambil kesimpulan dari beberapa hal-hal yang saya sadari di atas, ternyata tahun dua puluh satu saya mungkin bukan pesta mewah, ucapan selamat dan wishes dari ratusan orang, atau kado-kado menumpuk.

Tahun dua puluh satu ini waktunya saya menghargai semua hal-hal kecil yang sekilas terlihat sangat sepele, tapi mempunyai makna yang paling penting di antara semua hal yang ada.



=======================================================================



Untuk semua

Obrolan-obrolan tanpa arah,

Tawa lepas,

Senyuman penuh arti,

Kata-kata penyemangat,

Nasihat dan teguran yang menguatkan,

Waktu yang berharga,

Bahu tempat bersandar,

Pelukan yang menenangkan,

Perhatian yang tidak terbagi,

Rasa percaya,

dan arti sebuah keberadaan.


Terima kasih.

Janet

© Janet Valentina
Maira Gall